LHOKSEUMAWE - Tim Penelitain Central Information for Samudra Pasai Heritage (Cisah) menemukan satu Komplek Makam di Gampong Buket Batee Badan Kecamatan Tanah Aye, Aceh Utara. Makam tersebut diyakini salah seorang ulama besar asl Iraq, yang memiliki garis keterunan Nabi Muhammad SAW.
Ketua Tim Penelitian Cisah, Mawardi, kepada acehonline.info, Kamis (23/1/2014) menjelaskan, dua struktur makam yang berdampingan dalam bangunan tersebut, disebut-sebut oleh warga setempat yakni 'Jirat Banta Saidii' (Sebuah sebutan yang mensinyalir adanya tokoh keturunan Nabi SAW).
"Saidiy adalah gelaran yang lumrah digunakan untuk menyebut Ahlul Bait Rasulullah SAW, sedangkan Banta merupakan sebutan untuk seorang yang dikasihi. Di antara dua makam berstruktur batu itu, orang-orang menunjuk kubur sebelah timur sebagai 'Jirat Banta Saidi'," jelasnya.
Warga juga meyakini, Mawardi menambahkan, Banta Saidii seorang tokoh yang memiliki keutamaan di masa hidupnya. Menurut cerita yang beredar, Banta Saidi adalah seorang ulama yang datang dari Arab, berdua dengan saudaranya. Makam saudaranya, berada di Buket Bate Badan.
"Di tengah-tengah dan didepannya Makam itu terdapat beberapa batu nisan pipih yang dikenali sebagai batu-batu nisan tinggalan zaman Samudra Pasai abad ke-13 dan 16 M). Dari sisi arkeologis, kubur yang ditunjuk sebagai makam Banta Saidiy memang memiliki keistimewaan dari bentuk makam, ornamen dan kaligrafi Arab-nya. Nyata sekali tokoh yang dimakamkan adalah seorang yang sangat dihormati," ungkap Mawardi.
Lebih lanjut, kata Mawardi, kedua nisan makam yang terbuat dari bahan sandstone (batu pasir) ini tidak utuh lagi; bagian-bagian tertentu ada yang patah dan hilang, sebagian inskripsinya juga sudah aus. Pada nisan sebelah kepala makam (utara), dijumpai kalimat "..hadza qabru as-sayyid (al-ghaziy?) asy-syarif.."(inilah kubur sayyid (ghaziy) syarif) dalam baris inskripsi.
"Kalimat ini tidak ditemukan sambungannya karena ada bagian yang telah patah dan hilang. Kendati demikian, penyebutan Banta Saidiy oleh masyarakat setempat dapat dianggap mengena, sebab as-sayyid asy-syarif atau asy-syarif adalah gelaran yang lazim untuk Ahlul Bait Nabi SAW," jelasnya.
Menurut Mawardi, makam tersebut berbeda dengan rata-rata makam penginggalan sejarah di kawasan bekas Kerajaan Samudra Pasai. Bagian puncak nisan didekor dengan relief yang tampaknya merupakan stilisasi daun kelopak seroja serta bunganya. Dalam kebudayaan yang berkembang sebelum Islam, seroja adalah herba perairan yang melambangkan kesucian dan kebebasan dari ikatan keduniawian.
"Dekorasi semacam ini sedikit banyak dapat digunakan sebagai petunjuk dalam mengidentifikasi sosok tokoh yang dimakamkan," paparnya.
Selain dekorasi pada dua nisan, Mawardi juga mennambahkan, struktur kubur yang berbentuk empat persegi panjang tersebut, juga telah dirancang dengan menggunakan balok-balok batu yang disusun tiga tingkat sehingga agak mirip bak air atau kulah.
Baris-baris inskripsi yang terdapat pada kedua nisan, kata Mawardi, makam juga semakin memperjelas sosok yang dimakamkan. Kendati beberapa bagian nisan telah patah dan hilang, namun dari inskripsi yang tersisa masih dapat diketahui secara pasti bahwa kalimat-kalimat Arab yang ditulis dengan khath naskhi itu adalah bagian dari sebuah ratib, diikuti setelahnya satu doa yang dikenal dalam dunia sufistik sebagai doa Saidina 'Ukasyah.
"Kalimat-kalimat ratib yang terdapat pada nisan ini ternyata sama dengan ratib Al-Habib 'Umar bin 'Abdurrahman Al-Bar (1099-1158 hijriah), salah seorang sufi dalam thariqat Ahlul Bait atau Al-'Alawiyyah," ujarnya.
Lebih lanjut jelas Mawardi, Al-Habib 'Umar bin 'Abdurrahman Al-Bar adalah seorang cucu keturunan Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin 'Ali yang garis keturunannya sampai kepada Rasulullah saw. Al-Habib 'Umar dilahirkan pada 15 Jumadil Awal 1099 hijriah di Al-Qarin Ad-Dau'iyyah, Hadramaut sekarang, salah satu provinsi di Republik Yaman. Ia berguru kepada seorang ulama terkemuka, As-Sayyid 'Abdullah bin 'Ulwiy Al-Haddad (pemilik Ratib Al-Haddad), sampai kemudian menjadi seorang ulama dan da'i besar dari kalangan Ahlul Bait.
Ia juga mempunyai murid-murid yang banyak antara lain putra-putranya sendiri: Hasan, 'Abdurrahman dan Thaha, saudaranya Ahmad bin 'Abdurrahman, kemudian Al-'Allamah 'Ali bin Husain Al-'Aththas, As-Sayyid 'Umar bin Zain bin Sumaith, As-Sayyid Muhammad bin 'Abdul Bariy Al-Ahdal di Zabid, As-Sayyid 'Abdullah Al-Mirghaniy, qadhi Mekkah, Syaikh Sa'id Safar, ahli hadits di Madinah, Al-'Allamah Ismail bin Abdullah An-Naqsyabandi dan lainnya.
"Apakah orang yang berpusara di pedalaman Tanah Jambo Aye ini salah seorang dari murid, atau bahkan putra, dari Al-Habib 'Umar bin 'Abdurrahman Al-Bar'?. Hal itu sama sekali tidak tertutup kemungkinan. Apalagi dengan mempertimbangkan tipe makam yang diyakini tidak berasal dari kawasan Samudra Pasai," imbuh Mawardi.
"Bebatu-batu untuk konstruksi makam ini tampaknya telah didatangkan dari luar Samudra Pasai. Barang kali dari lembah Aceh, Pidie (Pedir) atau lainnya pada era yang lebih belakangan dari zaman Samudra Pasai atau masa Kerajaan Aceh Darussalam. Batu-batu tersebut diangkut lewat jalur air yang sampai ke tempat di mana seorang tokoh ulama dan sufi dari Ahlul Bait telah mengambil tempat tinggalnya di pedalaman Tanah Jambo Aye," tutupnya.